Ini juga akhirnya yang 'kulakukan, karena cerdas pada jam sembilan sedang kau merasa seperti sedang dikukus atau bahkan dipanggang sungguh mustahilnya. Meski begitu, tetap Indomie goreng jumbo biru diberi berkuah nyemek masih dengan otak-otak dan sosis masing-masing seutas menambah hangatnya suasana. Masih kurang, teh halia betul-betul membuat cuaca gerah ini menjadi seperti berselimut duvet. Terlebih ketika di tengah meradangnya hari kau diintersep oleh entah apa yang setelah heroik 'nyosio-legal nelayan memagister kenurhidayatan. Sungguh sudah bukan waktunya, ketika 'ku sudah punya yang pertama, terakhir...
...dan segalanya. Lain halnya jika ternyata pacarmu selingkuh dengan si tengkuk bertato dari planet Tatooine. Ketika itu masih jaman akses jamak pembagian kode. Meski ketika ditanya, siapkah 'ku 'tuk jatuh cinta lagi di Amstelveen, aku malu-malu anjing. Betapa tidak, bahkan sakura bermekaran di sepanjang tepi lapangan tempat mahasiswi sering tengkurap dengan pakaian seadanya. Namun, sebagaimana dapat diduga, aku melenggang saja menuju kudapan Amstelveen mendapati irisan-irisan tipis daging bermahkota utas-utas kentang goreng sambil beruluk salam.
Putih diganti jadi angin sepoi-sepoi itu lucu juga. Mungkin karena putih identik dengan wajah yang pucat-pasi, sedang angin sepoi-sepoi menerpa sisi kiri wajahmu ketika mengendali AH-1G Cobra agar melata-lata jalannya. 'Ku susuri Raya Bogor dari Radar AURI sampai Pasar Pal hanya untuk omong-kosong mengenai perkebunan kopi, tak ubahnya melakukan di sudut apak PDRH. Ketika itu saja tidak berdaya, bagaimana sekarang. Ketika angan menyusuri Meuse ke arah selatan di tepi timurnya hingga bertemu kedai es krim atau tepi barat sampai kantor-kantor pemerintah.
Astaga masih kurang empat betapa lambat kemajuannya. Terlebih jika membayangkan harus saban-saban memeriksa pratinjau hanya untuk memastikan rata kanan kiri. Hanya. Itu segalanya, seperti kenyamanan yang dibawa oleh Michael dari masa kecilku yang kini telah tiada. Semua saja, masa kecil siapapun, 'kurasa memang telah tiada. Mana ada lagi rawa-rawa dengan kepik emas-emasan. Orang-orang ini rasa-rasanya tidak punya suasana hati yang pas untuk menghayati keanekaragaman hayati. Rasa-rasanya, karena tidak ada sesuatu cara pun dapat 'kuketahui.
Tiada lain penjelasannya kecuali aku ini memang orang hukuman yang terus mengulang-ulang kesalahan sehingga terus-menerus dihukum. Jika aku dengan sadar berhenti berbuat salah, aku yakin tanpa 'kusadari hukuman itu berhenti dengan sendirinya. Namun aku masih terus saja menimpakan kesengsaraan pada diriku sendiri jauh sebelum matahari terbenam di Kepulauan Karibia. Seperti apa malam-malam di jalan keluar kompleks menuju ke pasar Bendungan Jago, seperti halnya pasar di seberang Yado III yang sudah tiada. Terkadang aku kira aku punya teman.
Adakah malam-malam di Graha 5 ketika aku memutar milikmu secara instrumental dan melodi-melodi lembut. Apakah aku bahkan lebih kacau lagi dari malam-malam itu. Berapa lama mereka tidak bersamaku. Bagaimana dengan malam-malam di tepian kebun coklat atau Ciliwung. Sudah pasti aku jauh lebih kacau. Sudah begitu mau enak ya nikmati saja masa hukumanmu. Seenak apapun irisan-irisan tipis daging bermahkota utas-utas kentang goreng tidak akan menandingi nikmatnya Abrakebab. Hokabento takkan enak bila tak'da nasi ekstra dalam kotak bekas es krim.
Pernah ada somay yang nyaris tidak ada terigunya, mungkin tapioka saja isinya, 'kubeli di tangga antara Gedung E dan Gedung C entah selesai kuliah apa. Memakannya sambil melangkah menuju Barel atau mungkin LKHT mantan M-Web. Ada juga masa-masa seperti itu yang dijalani setapak demi setapak sambil terkadang menikmati tarian terlarang. Aku memang pantas dihukum jikapun Margaret ini yang diketahui. Ketika itu masa-masa Margaret hilang dari kehidupanku. Entah apa kudapan batinku. Masa-masa yang berlalu begitu saja hanya untuk berakhir di sini.
...dan segalanya. Lain halnya jika ternyata pacarmu selingkuh dengan si tengkuk bertato dari planet Tatooine. Ketika itu masih jaman akses jamak pembagian kode. Meski ketika ditanya, siapkah 'ku 'tuk jatuh cinta lagi di Amstelveen, aku malu-malu anjing. Betapa tidak, bahkan sakura bermekaran di sepanjang tepi lapangan tempat mahasiswi sering tengkurap dengan pakaian seadanya. Namun, sebagaimana dapat diduga, aku melenggang saja menuju kudapan Amstelveen mendapati irisan-irisan tipis daging bermahkota utas-utas kentang goreng sambil beruluk salam.
Putih diganti jadi angin sepoi-sepoi itu lucu juga. Mungkin karena putih identik dengan wajah yang pucat-pasi, sedang angin sepoi-sepoi menerpa sisi kiri wajahmu ketika mengendali AH-1G Cobra agar melata-lata jalannya. 'Ku susuri Raya Bogor dari Radar AURI sampai Pasar Pal hanya untuk omong-kosong mengenai perkebunan kopi, tak ubahnya melakukan di sudut apak PDRH. Ketika itu saja tidak berdaya, bagaimana sekarang. Ketika angan menyusuri Meuse ke arah selatan di tepi timurnya hingga bertemu kedai es krim atau tepi barat sampai kantor-kantor pemerintah.
Astaga masih kurang empat betapa lambat kemajuannya. Terlebih jika membayangkan harus saban-saban memeriksa pratinjau hanya untuk memastikan rata kanan kiri. Hanya. Itu segalanya, seperti kenyamanan yang dibawa oleh Michael dari masa kecilku yang kini telah tiada. Semua saja, masa kecil siapapun, 'kurasa memang telah tiada. Mana ada lagi rawa-rawa dengan kepik emas-emasan. Orang-orang ini rasa-rasanya tidak punya suasana hati yang pas untuk menghayati keanekaragaman hayati. Rasa-rasanya, karena tidak ada sesuatu cara pun dapat 'kuketahui.
Tiada lain penjelasannya kecuali aku ini memang orang hukuman yang terus mengulang-ulang kesalahan sehingga terus-menerus dihukum. Jika aku dengan sadar berhenti berbuat salah, aku yakin tanpa 'kusadari hukuman itu berhenti dengan sendirinya. Namun aku masih terus saja menimpakan kesengsaraan pada diriku sendiri jauh sebelum matahari terbenam di Kepulauan Karibia. Seperti apa malam-malam di jalan keluar kompleks menuju ke pasar Bendungan Jago, seperti halnya pasar di seberang Yado III yang sudah tiada. Terkadang aku kira aku punya teman.
Adakah malam-malam di Graha 5 ketika aku memutar milikmu secara instrumental dan melodi-melodi lembut. Apakah aku bahkan lebih kacau lagi dari malam-malam itu. Berapa lama mereka tidak bersamaku. Bagaimana dengan malam-malam di tepian kebun coklat atau Ciliwung. Sudah pasti aku jauh lebih kacau. Sudah begitu mau enak ya nikmati saja masa hukumanmu. Seenak apapun irisan-irisan tipis daging bermahkota utas-utas kentang goreng tidak akan menandingi nikmatnya Abrakebab. Hokabento takkan enak bila tak'da nasi ekstra dalam kotak bekas es krim.
Pernah ada somay yang nyaris tidak ada terigunya, mungkin tapioka saja isinya, 'kubeli di tangga antara Gedung E dan Gedung C entah selesai kuliah apa. Memakannya sambil melangkah menuju Barel atau mungkin LKHT mantan M-Web. Ada juga masa-masa seperti itu yang dijalani setapak demi setapak sambil terkadang menikmati tarian terlarang. Aku memang pantas dihukum jikapun Margaret ini yang diketahui. Ketika itu masa-masa Margaret hilang dari kehidupanku. Entah apa kudapan batinku. Masa-masa yang berlalu begitu saja hanya untuk berakhir di sini.
2 comments:
Kala hatiku sedang rindu
Pada siapa kumengadu
Kala hati bertanya slalu
Berlinanglah air mataku
Akan kucari walau kemana
Kini aku berkelana
Ke ujung dunia akan kucari
Kalau hatiku sedang rindu
Pada siapa kumengadu
Kala hati bertanya slalu
Berlinanglah air mataku
Rindu
Mengapa rindu hatiku
Tiada tertahan
Kau tinggalkan aku seorang
Rindu
Mengapa rindu hatiku
Tiada tertahan
Kau tinggalkan aku seorang
Engkau pergi tiada pesan
Kabar darimu kunantikan
Karna janji engkau lupakan
Meranalah aku seorang
Akan kucari walau kemana
Kini aku berkelana
Ke ujung dunia akan kucari
Kalau hatiku sedang rindu
Pada siapa ku mengadu
Kala hati bertanya slalu
Berlinanglah air mataku
Rindu
Mengapa rindu hatiku
Tiada tertahan
Kau tinggalkan aku seorang
Rindu
Mengapa rindu hatiku
Tiada tertahan
Kau tinggalkan aku seorang
Bunda Rita
Post a Comment