Apa lantas ini akan menjadi entri mengenai Warung Nasi Cipunjur khas Cianjur yang di Jalan Kemakmuran itu. Apa lantas ini mengenai karedok dan ulukutek leunca yang sepisin kecilnya sepuluh ribu Rupiah itu. Apa lantas pepes tahu yang penuh dengan uwuh sehingga sulit memakannya itu. Apa karena aku marah-marah pada bocil-bocil itu, karena mereka terlalu percaya pada pemilu langsung. Eddie Calvert menyompretkan John dan Julie, yang seingatku tidak ada di kaset Ibu. Tidak menjadi apa karena memang sompretannya amat berwarna keemasan, seperti terompetnya.
Jikapun aku langsung melompat ke mari, itu sekadar memeriksa posisi gambaran. Kapan itu aku makan pilus rasa mie goreng sembari meneguk-neguk Nu teh tarik, sejak itulah perutku terasa aduhai. Seperti London di malam hari ketika Pamela nyaman dalam pelukan Kapten Henry, seperti itulah aku mengetiki di depan jendela memandang ke arah gang Blok M. Adakah London di waktu malam dalam kaset Ibu aku tiada ingat. Ia selalu ada di Kemayoran, pada rak kaset kayu yang terakhir berwarna biru, seperti rak buku kesayangan buatanku sendiri, 'kubawa ke mana-mana.
Meski sebelum ini sempat terpikir mengenai bunga kuning kecil yang menghias indah sudut kanan bawah, di tengah limpahan cumi empang dan irisan cabai hijau dan cabai merah dan bawang putih, nyatanya gawai ini memang cucok untuk mengetik-ngetik seraya mendengarkan musik-musik non-stop yang diputar Youtube. Uah, kalimat apa itu berlari kencang begitu. Apa baiknya ditingkahi dengan gericik air, atau bahkan debur ombak. Masih lebih baik daripada dengingan bor apatah lagi hantaman martil menggempur beton. Khayalku tidak menjadi kenyataan.
Tidak seperti suami Uncu yang Jawa, atau bahkan Ahmad Wildani si bocah Ngalam, aku tiada pandai mencari uang. Jika dipikir-pikir, apalah pandainya aku ini. Tak ada. Kelentang-kelenting piano dengan lamat-lamat oser-oseran stik sikat pada dram senar, sedang ombak mendesau mendebur seakan tidak di kejauhan, aku duduk di sofa bau meski sudah ditutupi kain pelapis. Seperti sofa di rumah Pak Kaji dulu di Uilenstede. Sofanya Hadi tiada ditutupi, dibiarkan terbuka begitu saja sampai bau Hadi. Lantas apalah arti cinta dan kasih-sayang di sejuknya musim semi.
Di sini kau akan tahu bahwa aku sudah tersesat jauh, meski desauan ombak ini serasa amat dekat. Dapatkah aku melakukannya sambil melaju di tol Trans Jawa. 'Kurasa tidak perlu, karena jikapun itu sampai terjadi, maka aku hanya harus menunggu sampai servis makan, setelah itu tidur hingga sampai di Jombor. Tentu saja di Magelang ombak tidak mendesau, tidak seperti di Sanur, tempat-tempat pelesiran itu, atau tempat-tempat healing kata kids jaman now. November ini banyak orang-orang dalam hidupku berulang-tahun. Jikapun 'kusebut, itu almarhum bapaknya Nira.
Adanya aku bisa sampai di sini, ada entah siapa membuat video lirik bagi Musnah tak Berguna, maka tidak selesailah entri ini sebelum tengah malam. Aku bahkan tidak ingin menceritakan mimpiku sebelum bangun tadi. Kenyataan bahwa aku tidak punya uang, sedang perutku tumpah-ruah ke mana-mana, sedang tadi malam makan malam bubur Madura, masakan pagi ini makan bubur Cianjur. Apapun yang diinginkan Cantik, sudah barang tentu aku paling suka bersamanya. Jika ia ingin bubur Cianjur, bahkan Unicorn Indorent sekalipun, Insya Allah 'kuusahakan.
Jujur, jez November piano bossa nova ini tiada berapa endeus, apalagi jika tidak ditingkahi desauan ombak yang tiada henti. Suasana apa ini yang ditimbulkannya. Apakah suasana sarapan pagi di sebuah resor pantai, sedang tersedia potongan marlin asap yang diasinkan selain tentu saja ratatouille. Semua kenangan dari delapan tahun lalu. Tentu saja aku tidak mungkin mengenang yang belum pernah terjadi padaku. Semua kenangan kini terasa ekstra menyakitkan, kecuali menjalani apa adaku bersama Cantik kesayanganku satu-satunya. Hanya karenamu 'kutahankan semua.
Jikapun aku langsung melompat ke mari, itu sekadar memeriksa posisi gambaran. Kapan itu aku makan pilus rasa mie goreng sembari meneguk-neguk Nu teh tarik, sejak itulah perutku terasa aduhai. Seperti London di malam hari ketika Pamela nyaman dalam pelukan Kapten Henry, seperti itulah aku mengetiki di depan jendela memandang ke arah gang Blok M. Adakah London di waktu malam dalam kaset Ibu aku tiada ingat. Ia selalu ada di Kemayoran, pada rak kaset kayu yang terakhir berwarna biru, seperti rak buku kesayangan buatanku sendiri, 'kubawa ke mana-mana.
Meski sebelum ini sempat terpikir mengenai bunga kuning kecil yang menghias indah sudut kanan bawah, di tengah limpahan cumi empang dan irisan cabai hijau dan cabai merah dan bawang putih, nyatanya gawai ini memang cucok untuk mengetik-ngetik seraya mendengarkan musik-musik non-stop yang diputar Youtube. Uah, kalimat apa itu berlari kencang begitu. Apa baiknya ditingkahi dengan gericik air, atau bahkan debur ombak. Masih lebih baik daripada dengingan bor apatah lagi hantaman martil menggempur beton. Khayalku tidak menjadi kenyataan.
Tidak seperti suami Uncu yang Jawa, atau bahkan Ahmad Wildani si bocah Ngalam, aku tiada pandai mencari uang. Jika dipikir-pikir, apalah pandainya aku ini. Tak ada. Kelentang-kelenting piano dengan lamat-lamat oser-oseran stik sikat pada dram senar, sedang ombak mendesau mendebur seakan tidak di kejauhan, aku duduk di sofa bau meski sudah ditutupi kain pelapis. Seperti sofa di rumah Pak Kaji dulu di Uilenstede. Sofanya Hadi tiada ditutupi, dibiarkan terbuka begitu saja sampai bau Hadi. Lantas apalah arti cinta dan kasih-sayang di sejuknya musim semi.
Di sini kau akan tahu bahwa aku sudah tersesat jauh, meski desauan ombak ini serasa amat dekat. Dapatkah aku melakukannya sambil melaju di tol Trans Jawa. 'Kurasa tidak perlu, karena jikapun itu sampai terjadi, maka aku hanya harus menunggu sampai servis makan, setelah itu tidur hingga sampai di Jombor. Tentu saja di Magelang ombak tidak mendesau, tidak seperti di Sanur, tempat-tempat pelesiran itu, atau tempat-tempat healing kata kids jaman now. November ini banyak orang-orang dalam hidupku berulang-tahun. Jikapun 'kusebut, itu almarhum bapaknya Nira.
Adanya aku bisa sampai di sini, ada entah siapa membuat video lirik bagi Musnah tak Berguna, maka tidak selesailah entri ini sebelum tengah malam. Aku bahkan tidak ingin menceritakan mimpiku sebelum bangun tadi. Kenyataan bahwa aku tidak punya uang, sedang perutku tumpah-ruah ke mana-mana, sedang tadi malam makan malam bubur Madura, masakan pagi ini makan bubur Cianjur. Apapun yang diinginkan Cantik, sudah barang tentu aku paling suka bersamanya. Jika ia ingin bubur Cianjur, bahkan Unicorn Indorent sekalipun, Insya Allah 'kuusahakan.
Jujur, jez November piano bossa nova ini tiada berapa endeus, apalagi jika tidak ditingkahi desauan ombak yang tiada henti. Suasana apa ini yang ditimbulkannya. Apakah suasana sarapan pagi di sebuah resor pantai, sedang tersedia potongan marlin asap yang diasinkan selain tentu saja ratatouille. Semua kenangan dari delapan tahun lalu. Tentu saja aku tidak mungkin mengenang yang belum pernah terjadi padaku. Semua kenangan kini terasa ekstra menyakitkan, kecuali menjalani apa adaku bersama Cantik kesayanganku satu-satunya. Hanya karenamu 'kutahankan semua.
No comments:
Post a Comment