Sore ini bukan sesuatu yang istimewa, udara mendungnya, dadaku yang berkeringat meski perutku ketika itu tidak segendut sekarang. Themistocles mendendangkan syair-syairnya dalam iringan irama Laut Tengah, tidak seperti nyanyian Jenderal Hoegeng yang diiringi irama Lautan Teduh. Namun tempatnya sama di situ-situ juga. Adakah aku sudah lahir ketika itu, entahlah. Di pojokan itu, seperti saat ini, aku menulis-nulis seakan sesuatu yang penting, yang tidak pernah 'kukerjakan apatah lagi diselesaikan sampai hari ini. Entah.
Akan halnya malaikat subuh membelai-belai penciumanku sore ini, aku tidak punya alasan khusus untuk itu; sementara peramal cuaca daring membarui prakiraannya. Alasanku memang tidak pernah jauh-jauh dariku, selalu lekat di hati. Apakah aku sedang menyusuri trotoar di depan Plasentol atau Sensi, alasanku selalu hanya sebetik ingatan. Apapun bisa membuatnya mengalun-alun lembut membelai jiwa, meski dengan vokal Themistocles yang terdengar seperti orang tercekik. Alasanku selalu bersama denganku di mana aku berada.
Meski sedikit tersedak serbat uwuh, aku terus mengetiki mengenaimu yang merupakan satu-satunya kesenanganku, ilham manisku, segala sesuatu yang 'kuharap terjadi. Engkaulah pagi yang menjelang padaku, angin musim panas dari laut. Ah, kawanku Sang Bayu, memang ada beberapa Bayu dalam hidupku, namun bukan itu benar yang ingin 'kukenang. Aku justru teringat pada wangi sabun semerbak di sore hari dari sebuah penatu di bawah jalan layang Arif Rahman Hakim. Kembali pada kehidupan seperti dulu, mustahil.
Dari Jesse menjadi Silai, untunglah Kolonel Laut (E) Yesayas TM Silalahi, seperti 'kukenal sejak dulu, adalah seorang yang baik. Ia masih mengizinkanku memanggilnya Jesse, panggilan kesayanganku padanya. Aku tidak akan memanggil Ery Budiman dengan panggilan kesayangan yang pernah 'kuberikan dulu. Aku hanya ingin mengenang lamat-lamat sejuknya udara malam di sekitar alun-alun Magelang ketika pesiar Sabtu malam. Berhubung kini aku dapat memandang lurus ke sepanjang jalan Blok M, aku jadi tahu Kay baru saja menerombol keluar.
Harus benarkah aku membeli pengisi-daya cepat yang bisa dipasangi dua kabel, satu untuk henfon, satu untuk tablet. Jika pun sampai 'kubeli, tentu dengan kabelnya sekali, karena kabel abu-abu ini biarlah bersama TP-Link, menggantikan kabel putih Miniso terdahulu yang sudah bengkok colokannya. Perempuan menawan dari Arkadia ini apakah akan menunggu Themistocles untuk kembali kepadanya, aku tidak pernah tahu. Adakah perempuan yang sudi menungguku, aku sudah tidak peduli lagi; Aduhai mengetiki rampak.
Apanya yang sama dengan suatu sore di salah satu kamar rumah dinas wakil direktur Rumah Sakit Jiwa Pusat Magelang. Rokok jelas ada, bahkan sebotol rum di kulkas habis 'kutenggak. Mengapa yang seperti ini terus terkenang, mengapa tidak lebih baik saja kenangan-kenanganku. Di seberang rumah sakit itu seingatku ada pengrajin batu nisan dan kijing, seperti halnya di belakang asrama ada sedikit hutan sebelum mencapai jalan menuju yonzikon. Pagi, siang, sore, malam, bila-bila semua selalu indah di mana pun. Tinggal disyukuri.
Bahagia di sebuah pulau bermandi cahaya matahari. Asal banyak tetumbuhan 'kurasa udaranya akan tetap sejuk, sedang Cantik tidak henti-hentinya mencocok-cocokkan potongan teka-teki. Aku mengantuk padahal di sore yang seindah ini ditingkahi pukulan-pukulan lembut pada marimba. Adakah lebih menyenangkan musim panas di Amsterdam, yang terakhir kali 'kurasakan sekitar dua tahun lalu. Aku tidak mau lagi, terlebih mengenang troli belanja seharga hampir duapuluh Euro. Maka 'kuucapkan selamat tinggal.
Akan halnya malaikat subuh membelai-belai penciumanku sore ini, aku tidak punya alasan khusus untuk itu; sementara peramal cuaca daring membarui prakiraannya. Alasanku memang tidak pernah jauh-jauh dariku, selalu lekat di hati. Apakah aku sedang menyusuri trotoar di depan Plasentol atau Sensi, alasanku selalu hanya sebetik ingatan. Apapun bisa membuatnya mengalun-alun lembut membelai jiwa, meski dengan vokal Themistocles yang terdengar seperti orang tercekik. Alasanku selalu bersama denganku di mana aku berada.
Meski sedikit tersedak serbat uwuh, aku terus mengetiki mengenaimu yang merupakan satu-satunya kesenanganku, ilham manisku, segala sesuatu yang 'kuharap terjadi. Engkaulah pagi yang menjelang padaku, angin musim panas dari laut. Ah, kawanku Sang Bayu, memang ada beberapa Bayu dalam hidupku, namun bukan itu benar yang ingin 'kukenang. Aku justru teringat pada wangi sabun semerbak di sore hari dari sebuah penatu di bawah jalan layang Arif Rahman Hakim. Kembali pada kehidupan seperti dulu, mustahil.
Dari Jesse menjadi Silai, untunglah Kolonel Laut (E) Yesayas TM Silalahi, seperti 'kukenal sejak dulu, adalah seorang yang baik. Ia masih mengizinkanku memanggilnya Jesse, panggilan kesayanganku padanya. Aku tidak akan memanggil Ery Budiman dengan panggilan kesayangan yang pernah 'kuberikan dulu. Aku hanya ingin mengenang lamat-lamat sejuknya udara malam di sekitar alun-alun Magelang ketika pesiar Sabtu malam. Berhubung kini aku dapat memandang lurus ke sepanjang jalan Blok M, aku jadi tahu Kay baru saja menerombol keluar.
Harus benarkah aku membeli pengisi-daya cepat yang bisa dipasangi dua kabel, satu untuk henfon, satu untuk tablet. Jika pun sampai 'kubeli, tentu dengan kabelnya sekali, karena kabel abu-abu ini biarlah bersama TP-Link, menggantikan kabel putih Miniso terdahulu yang sudah bengkok colokannya. Perempuan menawan dari Arkadia ini apakah akan menunggu Themistocles untuk kembali kepadanya, aku tidak pernah tahu. Adakah perempuan yang sudi menungguku, aku sudah tidak peduli lagi; Aduhai mengetiki rampak.
Apanya yang sama dengan suatu sore di salah satu kamar rumah dinas wakil direktur Rumah Sakit Jiwa Pusat Magelang. Rokok jelas ada, bahkan sebotol rum di kulkas habis 'kutenggak. Mengapa yang seperti ini terus terkenang, mengapa tidak lebih baik saja kenangan-kenanganku. Di seberang rumah sakit itu seingatku ada pengrajin batu nisan dan kijing, seperti halnya di belakang asrama ada sedikit hutan sebelum mencapai jalan menuju yonzikon. Pagi, siang, sore, malam, bila-bila semua selalu indah di mana pun. Tinggal disyukuri.
Bahagia di sebuah pulau bermandi cahaya matahari. Asal banyak tetumbuhan 'kurasa udaranya akan tetap sejuk, sedang Cantik tidak henti-hentinya mencocok-cocokkan potongan teka-teki. Aku mengantuk padahal di sore yang seindah ini ditingkahi pukulan-pukulan lembut pada marimba. Adakah lebih menyenangkan musim panas di Amsterdam, yang terakhir kali 'kurasakan sekitar dua tahun lalu. Aku tidak mau lagi, terlebih mengenang troli belanja seharga hampir duapuluh Euro. Maka 'kuucapkan selamat tinggal.
No comments:
Post a Comment