Apakah ini latihan untuk tanggal limabelas nanti. Mengapa pagi ini, tidak seperti kemarin, aku tidak langsung tidur. Inilah kalimat-kalimat tanya tak bertanda tanya, bagaikan dentingan lembut piano karena tuts-tutsnya dibelai jemari lentik nan lembut. Ataukah harpa, tidak sudi aku tergila-gila. Hidup dalam mimpi atau menghidupkan mimpi. Atau. Kukira ‘kutahu variasi lainnya, ternyata tidak. Semua terluka, hidup atau mati, dan Gadis dari Ipanema, aduhai, hari ini kembali aku bertujuh-lima-tujuh-lima sebanyak tujuh kali sampai lima dua lima.
Demikian itulah memang kisah cinta. Kau takkan pernah mengerti karena apa kau jatuh, apakah karena kisahnya atau cintanya itu sendiri. Terlebih jika kata tanyanya adalah siapa. Mengapa dua orang sampai saling jatuh cinta, sedangkan dunia penuh sekali dengannya. Setiap detik mungkin dua orang jatuh cinta. Aku hanya bisa berdoa semoga mereka berjenis kelamin berbeda. Tepat di hadapanku, kalimat tauhid dan ayat kursi menatapku. Bapak, Ibu, Cantik, semua juga menatapku seakan penuh harap padaku, sulung, suami.
Begitulah itu memang cinta. Seperti bulan ini, penuh cinta. Hadits yang membagi-bagi bulan ini menjadi pertigaan, yang pertama kasih-sayang, yang kedua ampunan, yang ketiga pembebasan dari api neraka, ternyata palsu. Lebih baik yang otentik, yang penuh keimanan dan perhitungan itu. Entri ini sebaiknya diberi judul dengan kata “Ramadhan” di dalamnya. Jika perlu malah diberi angka tahunnya, sebagai pengingat, bahwa hari ke-11-nya ini, setelah sahur, aku mengetiki. Uah, kebiasaan ini sudah bertahun-tahun kutekuni. Menulisi. Kini mengetiki.
Aku selalu punya, kurasa sejak buah pelirku mulai memproduksi testosteron. Testosteron atau estrogen yang diproduksi itu hahaha. Masakan buku harian. Jika Tante Connie disela-sela kesibukannya rekaman menyempatkan diri menulis buku harian, wajar saja. Ia cantik. Jika Oom Neil ingin mengintip ke dalamnya, meski ditolak oleh Tante Connie, itu pun wajar saja. Oom Neil tidak jadi dengan Oh Carol-nya, pula Tante Connie. Ah, Kolonel Nasution pun menulis buku harian, meski banyak gunanya, tidak eksibisionis sepertiku begini.
Di sini bisa diatur agar tidak muncul itu krembik-krembik merah. Terlebih, aku tidak perlu berulang-kali memeriksa pratinjau. Akankah aku terganggu jika tidak rata kanan kiri, aku belum lagi tahu seberapa mengganggu. Aku, seperti menurut Dekan FHUI sekarang, Dr. Edmon Makarim, S.Kom., S.H., LL.M., eksentrik, atau begitu saja gila. Cantik baik-baik saja. Ya, ia punya kecenderungan yang lucu-lucu juga, namun itu lebih karena ia memang lucu, karena masih kecil begitu. Bahkan Sakura sudah tidak sekecil itu.
Ah, aku suka kalau sudah sampai di sini. Memang sistem ini jauh lebih nyaman, bahkan bisa dilakukan dalam keadaan luring sekalipun. Aduhai, jangan-jangan memang lebih produktif ketika koneksi internet hanya mungkin didapatkan di ketinggian sana, bahkan terkadang di DaviNet—terlepas kemudaan. Ah, aku lebih suka sekarang. Kini sudah ‘kutemui tambatan hatiku. Apa lagi yang ‘kucari kini, tinggal menunggu sambil memanfaatkan waktu yang tersisa. Sering muncul seandainya, tapi biarlah. Tidak mungkin berlebihan juga, sekadar penghibur hati.
Bermain rusa hahaha. Biar kambing balap berbagi es loli lagi dengan rusa meski dalam usia dewasa. Biar begitu! Sungguh seperti ada yang melesak dalam dada ketika menuliskannya, aku tidak benar-benar menginginkannya. Namun aku tidak sehebat Takwa sehingga berani berpikir mengenai peran di balik layar. Aku sekadar petugas. Wayang. Tiada padaku bakat jadi dalang. Kesukaanku adalah menancap pada batang pisang. Jika aku harus bergerak-gerak, mencak-mencak, maka seorang dalang harus melakukannya terhadapku. Jadi tenang saja, Cantik, Sayangku.
Demikian itulah memang kisah cinta. Kau takkan pernah mengerti karena apa kau jatuh, apakah karena kisahnya atau cintanya itu sendiri. Terlebih jika kata tanyanya adalah siapa. Mengapa dua orang sampai saling jatuh cinta, sedangkan dunia penuh sekali dengannya. Setiap detik mungkin dua orang jatuh cinta. Aku hanya bisa berdoa semoga mereka berjenis kelamin berbeda. Tepat di hadapanku, kalimat tauhid dan ayat kursi menatapku. Bapak, Ibu, Cantik, semua juga menatapku seakan penuh harap padaku, sulung, suami.
Begitulah itu memang cinta. Seperti bulan ini, penuh cinta. Hadits yang membagi-bagi bulan ini menjadi pertigaan, yang pertama kasih-sayang, yang kedua ampunan, yang ketiga pembebasan dari api neraka, ternyata palsu. Lebih baik yang otentik, yang penuh keimanan dan perhitungan itu. Entri ini sebaiknya diberi judul dengan kata “Ramadhan” di dalamnya. Jika perlu malah diberi angka tahunnya, sebagai pengingat, bahwa hari ke-11-nya ini, setelah sahur, aku mengetiki. Uah, kebiasaan ini sudah bertahun-tahun kutekuni. Menulisi. Kini mengetiki.
Aku selalu punya, kurasa sejak buah pelirku mulai memproduksi testosteron. Testosteron atau estrogen yang diproduksi itu hahaha. Masakan buku harian. Jika Tante Connie disela-sela kesibukannya rekaman menyempatkan diri menulis buku harian, wajar saja. Ia cantik. Jika Oom Neil ingin mengintip ke dalamnya, meski ditolak oleh Tante Connie, itu pun wajar saja. Oom Neil tidak jadi dengan Oh Carol-nya, pula Tante Connie. Ah, Kolonel Nasution pun menulis buku harian, meski banyak gunanya, tidak eksibisionis sepertiku begini.
Di sini bisa diatur agar tidak muncul itu krembik-krembik merah. Terlebih, aku tidak perlu berulang-kali memeriksa pratinjau. Akankah aku terganggu jika tidak rata kanan kiri, aku belum lagi tahu seberapa mengganggu. Aku, seperti menurut Dekan FHUI sekarang, Dr. Edmon Makarim, S.Kom., S.H., LL.M., eksentrik, atau begitu saja gila. Cantik baik-baik saja. Ya, ia punya kecenderungan yang lucu-lucu juga, namun itu lebih karena ia memang lucu, karena masih kecil begitu. Bahkan Sakura sudah tidak sekecil itu.
Ah, aku suka kalau sudah sampai di sini. Memang sistem ini jauh lebih nyaman, bahkan bisa dilakukan dalam keadaan luring sekalipun. Aduhai, jangan-jangan memang lebih produktif ketika koneksi internet hanya mungkin didapatkan di ketinggian sana, bahkan terkadang di DaviNet—terlepas kemudaan. Ah, aku lebih suka sekarang. Kini sudah ‘kutemui tambatan hatiku. Apa lagi yang ‘kucari kini, tinggal menunggu sambil memanfaatkan waktu yang tersisa. Sering muncul seandainya, tapi biarlah. Tidak mungkin berlebihan juga, sekadar penghibur hati.
Bermain rusa hahaha. Biar kambing balap berbagi es loli lagi dengan rusa meski dalam usia dewasa. Biar begitu! Sungguh seperti ada yang melesak dalam dada ketika menuliskannya, aku tidak benar-benar menginginkannya. Namun aku tidak sehebat Takwa sehingga berani berpikir mengenai peran di balik layar. Aku sekadar petugas. Wayang. Tiada padaku bakat jadi dalang. Kesukaanku adalah menancap pada batang pisang. Jika aku harus bergerak-gerak, mencak-mencak, maka seorang dalang harus melakukannya terhadapku. Jadi tenang saja, Cantik, Sayangku.
No comments:
Post a Comment