Mengapa harus malu jika ternyata sebuah entri memang suatu retroaksi. Yang harus malu itu justru kalau celana karung sudah tidak sanggup menampung perut. Padahal seharian ini hanya makan nasi uduk lengkap dengan telur balado, bihun, tahu semur, sambal dua macam beserta kerupuknya sekali, dilanjut sebotol V-Soy multigrain dingin, lantas bakwan malang lengkap dengan dua macam mie. 'Duh, harus diet 'nih. Tidak bisa lain. Dari kemarin cuma rencana saja makan havermut, nyatanya tiap bangun pagi masih juga mencongklang Skupi nyamperin nasi uduk. Mari jadikan kenyataan malam ini! Body goal akhir Agustus!
Demikianlah maka hari ini kami berkendara Gnebkan menuju Bagasnami. Agak kesiangan, karena sampai di Bagasnami sudah hampir dhuhur. Tiada berapa lama memang aku mengayun langkah ke al-Mustaqim yang, di tengah cuaca terik sekitar 36 ˚C, mengemposkan sekitar delapan sampai sepuluh pendingin udara berkekuatan setidaknya dua tenaga kuda masing-masingnya. Sepulang dari situ dengan badan agak meriang disko, aku mampir di warung beli beberapa macam Aice, namun terutama sekali moci durian agak dua biji, satu untuk Mama, satu untuk Tante Lien.
Sesampainya di rumah, Ihza denger 'aja kalau sedang ada bagi-bagi es krim. Jadilah ia dapat yang jagung, Cantik yang semangka, sedang aku cukup Teh Javana Gula Batu saja. Sambil menikmatinya, aku makan sayur asam dengan kerupuk kulit melempem sampai habis tiga perempat kantong. Menunggu jam satu siang, kami tidur-tiduran. Cantik tidur beneran, sampai akhirnya kami berangkat ke Transmart jam setengah dua. Afi sedang belajar bersama di rumah temannya. Ia tanpa membuang tempo segera pulang ketika diberitahu Oma Lien akan belanja bulanan.
Demikianlah maka kami berangkat berempat: aku, Cantik, Oma Lien dan Afi. Sesampai di sana Cantik mengantuk ingin ngopi, maka dipesannya secangkir cappuccino, untukku segelas susu hangat manis beraroma vanila. Aku menemani Afi membeli Chatime. Sudahlah mengantri, begitu sampai di depan kasir katanya kami masih harus menunggu 25 pesanan. "Edan!" Aku segera balik kanan, untunglah Afi mau mengerti. Ketika kutawari beli sesuatu dari kedai tempatku nongkrong, kata Cantik, "engga 'lah. Kalau untuk anak muda ya Chatime itu." Benar juga. Maka tidak jadi.
Seraya mereka bertiga belanja bulanan, aku mengetik komentarku terhadap umpan-balik Laurens. Untuk apa benar aku tidak tahu, namun sungguh lancar sekali mengetik di tempat-tempat sedemikian. Mengetik di kampus, terlalu banyak orang kukenal di situ. Sedikit-sedikit menyapa, mencolek, mengobrol, sehingga mengetiknya pun sedikit-sedikit. Di kedai kopi ini, meski sebentar agak lumayanlah yang kuhasilkan, sambil sekali-sekali mencecap atau menghirup susu manis hangat beraroma vanila. Menariknya, tiada kembung, sedang coklat kali terakhir mengembungkan.
Bagiku antara tidur-tiduran, tidur sungguhan sampai mengobrol dengan Mama dan Tante Lien sekali. Adalah sedikit ditingkahi Damai Indonesiaku, yang akan menjadi kenangan manis ketika harus kembali menjalani hari-hari Amsterdam yang sepi. Akhirnya menunggu sampai maghrib baru berpamitan pulang. Tidak langsung ke rumah, Gnebkan mengarah ke Pesona Square: Afung Phetshop! Badan agak kurang endeus, kuah Afung Phetshop pasti akan terasa sungguh mayestik membasahi kerongkongan, dengan sensasi kenyal-kenyalnya gepeng-gepeng, nikmat.
Aduhai, benar belaka! Belum lagi ditutup dengan Es Nona manis yang berbuah pepaya, kacangnya merah. Daripada nona lebih baik es nona, karena jijik. Takutnya bau, itunya. Najis ngapain juga nyium-nyium itunya. Amit-amit! Aku sampai berdoa-doa dalam hati, aduhai, betapa besar nikmat yang kurasakan ketika itu. Namun bagaimana dengan perut yang sudah tidak tertampung celana karung ini. Memang ada waktu-waktunya begitu. Insya Allah, dicoba tanpa dipaksa bisa sendiri. Setidaknya sebelum harus ditimbang di pos perawat. Malu 'dong, 'yekan.
Demikianlah maka hari ini kami berkendara Gnebkan menuju Bagasnami. Agak kesiangan, karena sampai di Bagasnami sudah hampir dhuhur. Tiada berapa lama memang aku mengayun langkah ke al-Mustaqim yang, di tengah cuaca terik sekitar 36 ˚C, mengemposkan sekitar delapan sampai sepuluh pendingin udara berkekuatan setidaknya dua tenaga kuda masing-masingnya. Sepulang dari situ dengan badan agak meriang disko, aku mampir di warung beli beberapa macam Aice, namun terutama sekali moci durian agak dua biji, satu untuk Mama, satu untuk Tante Lien.
Sesampainya di rumah, Ihza denger 'aja kalau sedang ada bagi-bagi es krim. Jadilah ia dapat yang jagung, Cantik yang semangka, sedang aku cukup Teh Javana Gula Batu saja. Sambil menikmatinya, aku makan sayur asam dengan kerupuk kulit melempem sampai habis tiga perempat kantong. Menunggu jam satu siang, kami tidur-tiduran. Cantik tidur beneran, sampai akhirnya kami berangkat ke Transmart jam setengah dua. Afi sedang belajar bersama di rumah temannya. Ia tanpa membuang tempo segera pulang ketika diberitahu Oma Lien akan belanja bulanan.
Demikianlah maka kami berangkat berempat: aku, Cantik, Oma Lien dan Afi. Sesampai di sana Cantik mengantuk ingin ngopi, maka dipesannya secangkir cappuccino, untukku segelas susu hangat manis beraroma vanila. Aku menemani Afi membeli Chatime. Sudahlah mengantri, begitu sampai di depan kasir katanya kami masih harus menunggu 25 pesanan. "Edan!" Aku segera balik kanan, untunglah Afi mau mengerti. Ketika kutawari beli sesuatu dari kedai tempatku nongkrong, kata Cantik, "engga 'lah. Kalau untuk anak muda ya Chatime itu." Benar juga. Maka tidak jadi.
Seraya mereka bertiga belanja bulanan, aku mengetik komentarku terhadap umpan-balik Laurens. Untuk apa benar aku tidak tahu, namun sungguh lancar sekali mengetik di tempat-tempat sedemikian. Mengetik di kampus, terlalu banyak orang kukenal di situ. Sedikit-sedikit menyapa, mencolek, mengobrol, sehingga mengetiknya pun sedikit-sedikit. Di kedai kopi ini, meski sebentar agak lumayanlah yang kuhasilkan, sambil sekali-sekali mencecap atau menghirup susu manis hangat beraroma vanila. Menariknya, tiada kembung, sedang coklat kali terakhir mengembungkan.
Bagiku antara tidur-tiduran, tidur sungguhan sampai mengobrol dengan Mama dan Tante Lien sekali. Adalah sedikit ditingkahi Damai Indonesiaku, yang akan menjadi kenangan manis ketika harus kembali menjalani hari-hari Amsterdam yang sepi. Akhirnya menunggu sampai maghrib baru berpamitan pulang. Tidak langsung ke rumah, Gnebkan mengarah ke Pesona Square: Afung Phetshop! Badan agak kurang endeus, kuah Afung Phetshop pasti akan terasa sungguh mayestik membasahi kerongkongan, dengan sensasi kenyal-kenyalnya gepeng-gepeng, nikmat.
Aduhai, benar belaka! Belum lagi ditutup dengan Es Nona manis yang berbuah pepaya, kacangnya merah. Daripada nona lebih baik es nona, karena jijik. Takutnya bau, itunya. Najis ngapain juga nyium-nyium itunya. Amit-amit! Aku sampai berdoa-doa dalam hati, aduhai, betapa besar nikmat yang kurasakan ketika itu. Namun bagaimana dengan perut yang sudah tidak tertampung celana karung ini. Memang ada waktu-waktunya begitu. Insya Allah, dicoba tanpa dipaksa bisa sendiri. Setidaknya sebelum harus ditimbang di pos perawat. Malu 'dong, 'yekan.