Selamat pagi, My Dear Diare. Entah mengapa, gara-gara lihat Cincha Lowra di Inbox aku jadi ingin meluapkan perasaanku padamu. Tidak, sih. Mungkin gara-gara nasi goreng bikinan adikku, disambung Teh Sosro Heritage kesukaan Bapak, lalu masih ada Nescafé boleh beli bulan lalu gara-gara pingin cangkirnya, limited edition 75th anniversary apa'an tauk. Di Minggu pagi yang mendung gelap begini, entah mengapa ingatanku melayang pada Eri Budiman dari duapuluh tahunan yang lalu, yang begitu sedapnya menikmati snêk berupa dua tangkup krêkers yang tengahnya diberi ragout-ragoutan dengan sepotong kecil telur, [ya, telur, satu unsur dalam makanan yang selalu membuatnya menjadi speisyal] lalu dibalut tepung dan digoreng. "Kalau ada sepiring, aku bisa habis sendiri," begitu katanya sambil menikmati. "Masalahnya, Er," tukasku, "tidak ada yang mau memberimu sepiring." Aku tidak ingat kelanjutannya. Mungkin ia mencoba bertanya pada teman-teman sebarak, adakah yang tidak suka snêk itu. Tentu saja itu usaha sia-sia, karena semua orang tampaknya menyukai snêk krêkers goreng; tidak seperti, misalnya, arem-arem dan bika ambon yang warnanya coklat kehitaman itu.
Alm. Bayeman Theatre, sebelum dirubuhkan pada 2008. (sumber) |
Sekarang sudah hujan. Jika mengingat suatu pagi yang mendung, ada beberapa hal yang hampir pada ingatanku. Pecinan Magelang, roti pizza-pizza'an, es krim (...mungkin) dan lagunya Errol Brown, This Time It's Forever. Itu pasti kelas dua, di Graha 3. Seingatku aku sendirian saja menikmatinya. Aku lupa apakah aku memang mendengarkan lagu itu sementara makan, atau, seperti biasa, lagu itu sekadar mengiang-ngiang karena kudengar di graha sebelum berangkat pesiar. Siapa dulu, ya, di pojokan pintu belakang Graha 3, yang suka menyetel radio keras-keras? Cecak Andigus Wulandri? Pojokan itu, antara '92-'93, penghuninya Andri Supratman, Mappalara "Mappy" Simatupang, Cecak Andigus Wulandri, Aris Yudhi "Adhitya" Prasteya, Rully Kusuma Jaya, Ramdan Lukiswara, Iron Setiawan dan aku. Ahaha, kelas dua dan pesiarnya, tiap Minggu dari 08.00 - 18.00 dan boleh ke Yogya. Aku mana pernah ke Yogya. Pesiar sampai agak sore beberapa kali pernah, lah, tapi tidak pernah mepet sampai Maghrib. Untuk apa pun? Sedangkan pesiarku selalu untuk makan dan makan saja. Beberapa kali menonton memang, namun sangat jarang.
Ini tentang menonton di Magelang pada tahun '90-an: "Nonton ki yo neng MT. Nek neng Tidar sok ono corone. Bayeman rodo kere, sok ono tikuse." (Nonton itu ya di Magelang Theatre. Kalau di Tidar sering ada kecoanya. Bayeman lebih menyedihkan, sering ada tikusnya) (magelangimages.wordpress.com 2013) Apalagi menonton di Bayeman pakai baju pesiar. Seru deh pokoknya. Seingatku waktu itu bersama Catur Agus Sulistyo, atau malah bertiga bersama Rully? Bisa jadi. Ada setidaknya 4 (empat) film yang seingatku kutonton di sana: Mobster, Harley Davidson and Marlboro Man, Young Guns II, Tombstone. Persis seperti diceritakan Magelang Images, di tengah-tengah film pakai putus segala, dan segala kata mutiara pun berhamburan di antara penonton hahaha... Tentang menonton ini ada lagi. Suatu ketika cuti ke Jakarta sedang diputar Jurassic Park di bioskop-bioskop 21. Agak 2-3 bulan setelah cuti, tiba-tiba muda-mudi Magelang saling ber-du-du-an di GKL FM dengan panggilan Bronto, T-Rex... ada apa ini? Ternyata Jurassic Park sudah main di Jogja, kiblat blantika muda Magelang. Baru setelah mendekati cuti berikutnya, hampir enam bulan kemudian, Jurassic Park main di Magelang Theatre hahaha... Jian ndeso pol!
Nah, tentang pesiar di Pecinan sendiri ada lagi. Tidak tepat di jalan Pecinan itu sih, agak masuk ke dalam. Tepatnya aku sudah lupa. Bosan juga 'kan makan mie ayam food court Matahari apalagi Gardena yang semakin redup pamornya, maka bertualanglah aku dengan niat cari chinese food, di Pecinan! Akhirnya ketemulah, langsung pesan mie ayam jamur. Ternyata di dalam sudah ada beberapa teman yang kebetulan beragama Kristen, salah satunya seingatku Yesayas "Jesse" Silalahi. Tak berapa lama datanglah pesananku. Itu jamurnya, Saudara-saudara, menggunung seperti es serut di es campur! "Wuih, banyak sekali jamurnya, Pak," seruku. "Iya ini 'nanam sendiri, Mas" sahutnya bangga. [...mungkin maksudnya, karena jamurnya menanam sendiri, jadi bisa banyak...??] Belum lepas terkejutku, kuperhatikan kawan-kawanku itu di meja lain sedang mengepung sesuatu hidangan. Kudatangi mereka dan aku tidak mampu mengenali apa yang mereka makan itu, di atas sebuah schaal dari logam, sudah dimakan di beberapa bagiannya. Tidak mau berlama-lama membuatku bingung, salah satu kawanku mengambil daftar menu dan menunjuk nama hidangan itu: Babi Kecil Panggang, (?!) yang, kata Jesse, paling enak kuping dan buntutnya yang seperti pembuka botol anggur itu. (?!) [...sedangkan mie ayam jamur menggunung tetap kulahap habis juga. Mana kutahu kalau mereka dimasak di dapur yang sama dengan peralatan yang sama pula...]
Nah, tentang pesiar di Pecinan sendiri ada lagi. Tidak tepat di jalan Pecinan itu sih, agak masuk ke dalam. Tepatnya aku sudah lupa. Bosan juga 'kan makan mie ayam food court Matahari apalagi Gardena yang semakin redup pamornya, maka bertualanglah aku dengan niat cari chinese food, di Pecinan! Akhirnya ketemulah, langsung pesan mie ayam jamur. Ternyata di dalam sudah ada beberapa teman yang kebetulan beragama Kristen, salah satunya seingatku Yesayas "Jesse" Silalahi. Tak berapa lama datanglah pesananku. Itu jamurnya, Saudara-saudara, menggunung seperti es serut di es campur! "Wuih, banyak sekali jamurnya, Pak," seruku. "Iya ini 'nanam sendiri, Mas" sahutnya bangga. [...mungkin maksudnya, karena jamurnya menanam sendiri, jadi bisa banyak...??] Belum lepas terkejutku, kuperhatikan kawan-kawanku itu di meja lain sedang mengepung sesuatu hidangan. Kudatangi mereka dan aku tidak mampu mengenali apa yang mereka makan itu, di atas sebuah schaal dari logam, sudah dimakan di beberapa bagiannya. Tidak mau berlama-lama membuatku bingung, salah satu kawanku mengambil daftar menu dan menunjuk nama hidangan itu: Babi Kecil Panggang, (?!) yang, kata Jesse, paling enak kuping dan buntutnya yang seperti pembuka botol anggur itu. (?!) [...sedangkan mie ayam jamur menggunung tetap kulahap habis juga. Mana kutahu kalau mereka dimasak di dapur yang sama dengan peralatan yang sama pula...]
No comments:
Post a Comment