Sebulan penuh tidak menghasilkan apa-apa. Apa-apa? Sama sekali? Tidak juga sih. Masih ada juga. Buku Materi Rapat Staf Pengajar FHUI Semester Genap 2014 itu misalnya, lalu Kerangka Acuan Kerja (KAK), juga pengetahuan bahwa jika ingin ikut pengadaan harus ada Sertifikat Pengusaha Kena Pajak... semua itu dan yang sejenisnya untuk sebulan penuh. [...kalau aku lebih lebay lagi dari ini, maka badanku akan gemetar menahan marah] Ini tanggal 20 juga, sama seperti ketika terakhir kali aku meninggalkan Kemacangondrongan. Kemacangondrongan itu, Kawan-kawan, semacam serendipity, apalagi jika sambil mendengarkan Baby It's You begini, di siang hari yang terik begini. Entah bagaimana caranya, meski sejak bayi aku mendengarkan Beatles, seingatku aku baru tahu lagu ini ketika SMP di Cimone Gama I. Siang-siang juga, tetapi seingatku tidak terik. Justru mendung. Begitu juga Hello Goodbye, begitu juga Ain't She Sweet, A Taste of Honey, Hold Me Tight, You Really Got a Hold on Me... apa maning ya... Kalau Do You Want to Know a Secret sudah agak lebih dulu, tapi sudah di Radio Dalam. Sampulnya ada kuningnya ada hijaunya, Beatles-nya lagi tos gitu... Kalau I'm Happy Just to Dance with You sudah dari jaman Kemayoran... [sampai di sini hatiku sendu...] Memang, Kemacangondrongan adalah serendipity.
Setan di hatinya... ooh... baris-baris bassnya itu loh... uuh... Jian... dengan inilah aku dibesarkan. Sekarang aku lumayan fasih memainkan baris-baris itu sendiri, dengan bass listrik tentunya, meski bukan Hofner betulan. Sambil bernyanyi tentunya, lagu-lagu dan bagian-bagian yang dinyanyikan Paul tentunya. Di siang hari yang terik begini, racikan tertentu beberapa lagu Beatles memang, seperti Kemacangondrongan, adalah serendipity. Aku bisa merasakannya ketika berjalan bersama Mas Mils dari Fasilkom ke Rektorat di bawah terik matahari. Tidak ada bedanya. Aku masih aku yang dulu juga, yang menyusuri saluran-saluran irigasi di belakang Kompleks Islamic Village, yang menjelajahi Gandaria Utara dengan sepeda, yang mencangkung mengawasi cakrawala ke arah utara dari cabang favoritku di pohon jambu. Aku masih aku yang dulu, yang berlari-lari ke mesjid atau mushala Kompleks Baru untuk shalat Maghrib, yang berani-beraninya mengaku John Benson karena Ben Johnson ternyata terkena kasus doping, yang hanya sekali mencetak gol ke gawang beneran di lapangan Islamic. Terlebih lagi dari itu semua, aku masih aku yang dulu, yang berpikir bahwa suaranya mirip Nat King Cole, tetapi setelah mengenal Matt Monro merasa lebih mirip dengan yang belakangan. Ketika akhirnya aku, yah, boleh dikata lancar bermain gitar, pengalaman pertamaku ngeband malah membawakan lagu-lagu Sex Pistol, aku masih aku yang dulu.
Lalu, kini The Long and Winding Road. Kini, tahun ini, aku berusia 38 tahun. Sudah 25 tahun berlalu dari waktu ketika aku menyusurinya, hampir Maghrib ketika itu. Bapak. Ibu. Dunia. Hidup. Mati. Hanya yang terakhir ini pasti. Ya Allah... Sekarang sudah setengah empat. Sebentar lagi aku, kami, boleh menghambur keluar rumah untuk main sore. Kini, sudah setengah empat, pasti sudah masuk waktu Ashar. Jika begini, ingin rasanya aku menghambur, sama seperti 25 tahun lalu aku menghambur main, namun kali ini ke keran air. Kini, ruanganku di lantai dasar, yang dahulu bekas Mas Mulyadi. Kini keran terdekat adalah WC di samping LKBH, yang baunya jijiks. Akan tetapi, WC lantai dua pun sudah ditutup jalan udaranya sehingga bau juga. Paragraf ini sudah hampir selesai, dan ketika selesai benar, hanya keran itu sajalah tujuanku. Semoga setelah kubasuh anggota-anggota tubuhku, kugelar sajadah, tiada lagi terpikir olehku apakah itu KAK atau apapun yang sejenisnya. Semoga ketika sudah kuhadapkan wajahku ke kiblat, begitu juga hatiku menghadap kepadaNya, Tuhan, Rabb. Hidup ini sudah begini saja adanya, hidup di dunia. Tidak akan lama. Percuma pula. Ya Allah, Tuhan hamba, ampunilah dosa hamba dan dosa Bapak Ibu, kasihanilah mereka sebagaimana kasih mereka pada hamba sewaktu masih kecil.
Selesai. Menghambur.
No comments:
Post a Comment