Ini semata kulakukan karena aku tidak terima pada 2015, tahun yang panas itu. Akankah 2017 menjadi tahun kemarau panjang lagi? Akankah aku kembali sehat sempurna tahun ini? Semua terserah Allah. Jika sampai cenderung aku pada kebiasaan-kebiasaan baik, semata-mata karenaNya. Jika tetap saja aku pada kebiasaan-kebiasaan buruk, itu karena aku sendiri mendengarkan bisikan setan terkutuk, aku berlindung padaNya dari itu. Hamba memohon hanya padaMu, Illahi Rabbi.
Berhubung ini retroaktif, maka tidak apalah digelar taktik lima tujuh, seperti pada angkot atau tuyul bila dijejel-jejel. Duaribu tujuhbelas atau dua ribu tujuh belas? Tidak. Aku tidak akan mendokumentasikannya. Bukan aku percaya tahyul. Tidak. Siapa tahu kalau tidak direkam ia tidak akan terekam. Lagipula sudah ada petunjuk-petunjuknya di mana-mana tempat. Ini adalah entri mengenai awal tahun dua ribu tujuh belas, yang dimulai dengan ledakan dan kedinginan.
Ledakan dan kedinginan, karena kepanasan. Panas, maka pindah ke belakang, sedangkan rumah begitu rapinya. Begitulah jika aku di rumah saja. Rapi, karena aku memang obsesif kompulsif. Sendiri saja di rumah, berusaha tidur agar tidak sampai mendengar ledakan-ledakan. Namun gagal, sampai akhirnya terdengar sekali dua ledakan, jauh dan dekat, meski belum tengah malam. Tepat mendekati atau bahkan setelah lampau sedikit itulah aku pindah ke belakang agar dingin.
Benar saja, dingin yang kubutuhkan. Dingin yang menurunkan suhu tubuh sehingga ia siap beristirahat. Silaunya cahaya lampu membuatku menukar kaki dengan kepala, kepala dengan kaki; dan tidak lama aku pun tidurlah. Rasanya tidak lama, namun ternyata sampai hampir satu jam. Aku tergeragap bangun. Disembur dingin satu jam, aku takut masuk angin. Segera aku pindah lagi ke depan, menyiram kepalaku dengan minyak kayu putih, sekujur badan pula yang terjangkau.
Berdebar-debar namun ternyata tubuh memang sudah berada dalam moda istirahat, maka tidak lama aku kehilangan kesadaran lagi. Sampai pagi pertama di tahun dua ribu tujuh belas menjelang. Demikianlah caraku menemui dua ribu tujuh belas. Lucu jika memikirkan, betapa beberapa hal begitu lekat dalam ingatan sementara beberapa lagi tidak. Apa benar perekatnya? Seandainya saja semua yang baik-baik lekat dalam ingatan, kalimat-kalimat suci, disucikan lagi menyucikan, misalnya...
Seperti itu juga kepercayadirian. "Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa." (QS 17:83) Ampun Ya Allah, ampun. Jangan biarkan hamba seperti itu. Jangan pula diingatkan hamba tiap-tiap kali dengan kesusahan. Ya Allah hamba mohon lembutkanlah hati hamba agar mudah menerima nasihat bahkan yang paling halus sekalipun.
Ya Allah kasihanilah hamba dengan Qur'an. Jadikanlah Qur'an itu bagiku pemimpin, cahaya, petunjuk dan belas kasihan. Ya Allah ingatkanlah hamba bilamana lupa, karuniakanlah kepada hamba ilmu bilamana bodoh, dan karuniakanlah kami rejeki berupa membaca Qur'an sepanjang malam dan sepanjang siang, dan jadikanlah Qur'an itu argumen bagi hamba, 'duhai Sang Pengayom Alam Semesta. Maha Suci Engkau yang Memiliki Keperkasaan. Segala puji hanya pantas bagiMu.
Berhubung ini retroaktif, maka tidak apalah digelar taktik lima tujuh, seperti pada angkot atau tuyul bila dijejel-jejel. Duaribu tujuhbelas atau dua ribu tujuh belas? Tidak. Aku tidak akan mendokumentasikannya. Bukan aku percaya tahyul. Tidak. Siapa tahu kalau tidak direkam ia tidak akan terekam. Lagipula sudah ada petunjuk-petunjuknya di mana-mana tempat. Ini adalah entri mengenai awal tahun dua ribu tujuh belas, yang dimulai dengan ledakan dan kedinginan.
Ledakan dan kedinginan, karena kepanasan. Panas, maka pindah ke belakang, sedangkan rumah begitu rapinya. Begitulah jika aku di rumah saja. Rapi, karena aku memang obsesif kompulsif. Sendiri saja di rumah, berusaha tidur agar tidak sampai mendengar ledakan-ledakan. Namun gagal, sampai akhirnya terdengar sekali dua ledakan, jauh dan dekat, meski belum tengah malam. Tepat mendekati atau bahkan setelah lampau sedikit itulah aku pindah ke belakang agar dingin.
Benar saja, dingin yang kubutuhkan. Dingin yang menurunkan suhu tubuh sehingga ia siap beristirahat. Silaunya cahaya lampu membuatku menukar kaki dengan kepala, kepala dengan kaki; dan tidak lama aku pun tidurlah. Rasanya tidak lama, namun ternyata sampai hampir satu jam. Aku tergeragap bangun. Disembur dingin satu jam, aku takut masuk angin. Segera aku pindah lagi ke depan, menyiram kepalaku dengan minyak kayu putih, sekujur badan pula yang terjangkau.
Berdebar-debar namun ternyata tubuh memang sudah berada dalam moda istirahat, maka tidak lama aku kehilangan kesadaran lagi. Sampai pagi pertama di tahun dua ribu tujuh belas menjelang. Demikianlah caraku menemui dua ribu tujuh belas. Lucu jika memikirkan, betapa beberapa hal begitu lekat dalam ingatan sementara beberapa lagi tidak. Apa benar perekatnya? Seandainya saja semua yang baik-baik lekat dalam ingatan, kalimat-kalimat suci, disucikan lagi menyucikan, misalnya...
Seperti itu juga kepercayadirian. "Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa." (QS 17:83) Ampun Ya Allah, ampun. Jangan biarkan hamba seperti itu. Jangan pula diingatkan hamba tiap-tiap kali dengan kesusahan. Ya Allah hamba mohon lembutkanlah hati hamba agar mudah menerima nasihat bahkan yang paling halus sekalipun.
Ya Allah kasihanilah hamba dengan Qur'an. Jadikanlah Qur'an itu bagiku pemimpin, cahaya, petunjuk dan belas kasihan. Ya Allah ingatkanlah hamba bilamana lupa, karuniakanlah kepada hamba ilmu bilamana bodoh, dan karuniakanlah kami rejeki berupa membaca Qur'an sepanjang malam dan sepanjang siang, dan jadikanlah Qur'an itu argumen bagi hamba, 'duhai Sang Pengayom Alam Semesta. Maha Suci Engkau yang Memiliki Keperkasaan. Segala puji hanya pantas bagiMu.