Mari kita mutakhirkan! Meski aku harus ngeblog di tiga tempat, empat bahkan jika Kompasiana turut dihitung, Kemacangondrongan harus tetap mutakhir. Di sore hari mendung yang bersahabat ini, tetap di tepian Cikumpa yang permai, kembali aku mengetuk-ngetuk papan-kunci memberondongkan kata-kata tanpa makna. Khairaditta dan Faw masih ada di sini, meski sebentar lagi akan segera dipulangkan. Tidak ada yang berhak membuatku sedih kecuali ingatan akan dosa dan dosa yang bertumpuk-tumpuk. Sisanya, kuserahkan sepenuhnya kepadaNya. Hamba mohon ampun, Oh Sang Pengiba.
Sejak kemarin Nadia menginap di sini. Tidak menunggu lama, ia segera ingat untuk minta gendong padaku. Padahal sepanjang hari kemarin aku sudah berolahraga. Ya, tepat sepanjang hari karena sampai lepas Ashar pun baru selesai labu siam saus tiramku. Memang semestinya kuberi lengkuas dan pedas. Banyak pun tak mengapa karena akhirnya anak-anak juga tidak makan. Oh ya, setelah lama sekali akhirnya kemarin sore aku mendadar telur empat butir sekaligus. Hasilnya cantik, hanya saja aku lupa bagaimana menakar garamnya.
Biarlah kuterima seperti apa adanya. Biarlah kau kupanggil Si Putih aw Si Putih, jadi semacam Chavez y Chavez gitu. Itu yang akan membedakanmu dari X450C yang lain. Bulan ini akhirnya kau lunas. Semoga masih lama kita bekerjasama, ya. Fujitsu sampai lama sekali. HP520 penuh kenangan. Hanya Axioo Pico ber-Liverpool yang tidak sempat lama. Oh, ia bersama Pak Amin sekarang. Ada baiknya kutanyakan kabarnya. Bagaimanapun kau telah sempat menemaniku. Mungkin memang tidak banyak karya yang kau hasilkan. Aku bahkan lupa kalau ada entri Kemacangondrongan yang pernah kau hasilkan.
Lalu super stereo earphone ini, ada mic-nya pula, tapi digunakan di henset makjang jelek kali pun suaranya. Justru bagus kalau dicolok di laptop. Ini akan cocok sekali jika digunakan di seberang al-Barkah itu. Oh, al-Barkah, ada apa denganmu. Entah mengapa, terbit rasa rindu padamu. Secara umum memang rasanya seperti kantor, tempat itu. Tenang. Aku bahkan sempat menghasilkan dua tulisan 500an kata dalam sekali kunjungan. Lalu jika waktu shalat tiba, segera melangkah ringan ke al-Barkah. Sungguh engkau nyaman sekali dan menerbitkan rasa rindu. Entah mengapa.
Kini di telingaku terdengar melodi dari lebih dua puluh tahun lalu. Mengenang masa lalu memang dapat menimbulkan perasaan hangat dan senang. Akan tetapi, tidak jarang pula itu akan mengilhamkan kedukaan, karena masa-masa indah itu tidak akan pernah kembali. Jika masa-masa indah itu adanya di depan, maka tidak ada cara lain untuk mengusahakannya. Aku tidak bisa membayangkan masa-masa indah selama itu masih berada dalam lingkaran samsara ini. Semalam sempat juga kubaca-baca entri-entri terdahulu. Ternyata tidak jauh beda. Jadi, mengapa khawatir?
Kata Pak Sam Santoso, semua orang ingin masuk surga tapi tidak ingin mati dulu. Sore ini, aku meminum campuran temulawak dan kunyit putih dengan harapan sempurnalah kesehatanku. Tidak ada yang kurang dari hidup duniaku, sepanjang itu menyangkut dunia. Persiapan untuk hidup akhiratlah yang harus selalu terasa kurang. Perbanyak amal shalih dan amal tha’at. Cegah diri dari berbuat kesia-siaan apalagi sampai kedurhakaan. Naudzubillahi mindzalik. Begitulah suasana hatiku. Semoga Allah ridha padaku. Semoga Bapak Ibu, Mama Tante Lien ridha padaku. Aamiin.