Aku baru saja pulang dari kampus sabtu-sabtu begini. Tadi dari kampus sekitar jam sembilan seperempat, malam minggu begini. Tadi aku dan John Gunadi membicarakan masalah anak dan mendidik anak. Ha ha ha... mungkin ini seperti dua orang buta saling mengajari menari cha cha; atau mungkin tidak. Mungkin John Gunadi memang punya ide mengenai bagaimana anak harus dididik. Menurutnya, Dira adalah seorang Ibu yang cuek, sementara ia sendiri bawel. Ya, ya, memang wajar. Sudah waktunya dan sudah pada tempatnya jika ia ingin membesarkan anak. Nyatanya aku memang tidak tahu apa-apa mengenai apapun. Bahkan mendisain dan menata-letak brosur saja aku sudah tidak bisa. Maka beginilah aku, sepulang dari kampus, mengetik-ngetik entah apa, ditemani hit-hit terbaik Paul Mauriat. Meja laptop yang kecil saja ini kuletakkan tepat di depan pintu belakang, dengan punggungku membelakangi pintu. Sepanjang hari, dari pagi sampai menjelang Ashar, hujan turun terus. Matahari nyaris atau memang sama-sekali tidak sempat muncul seharian ini, membuat udara terasa sejuk. Begitulah adanya punggungku yang lebar membelakangi pintu berteralis berkawat kasa, memudahkan sejuknya udara Cikumpa menembus melaluinya. Aku menghabiskan tidak kurang dari lima jam untuk menghasilkan disain brosur yang agak lumayan hari ini.
Coba, tidakkah membosankan jika aku berbicara mengenai bagaimana aku menghasilkan disain yang hanya 'agak lumayan' itu. Maka aku memutuskan untuk berbicara mengenai Khairaditta yang lelap di depanku, di tempat aku biasa tidur. Aku tadi mengatakan pada bundanya untuk menyelimutinya, karena udara begitu sejuknya sedangkan badannya begitu tipisnya. Gadis cilik kelas empat sekolah dasar yang hanya dalam kejapan mata bisa berubah menjadi Clara atau Sisi, atau bahkan lebih dari itu. Gadis cilik yang menyukai lagu-lagu yang umum bagi jamannya, yang sungguh betapa sulit bagiku untuk memahami letak bagusnya. Dulu ketika ia masih lebih kecil lagi ia menyukai Cherrybelle. Nah, yang ini agak mendingan. Bisalah aku mengikuti satu dua lagu. Bahkan Love is You sampai kumasukkan dalam koleksi MP3-ku. Akan tetapi kini ia tidak suka lagi Cherrybelle, mungkin karena tekanan sebayanya. (peer pressure) Khairaditta jadi menyenangi lagu-lagu pop Korea (Selatan) yang entah apa-apa dan entah-entah apa itu. Ampun, deh, yang satu ini benar-benar aku, kurasa, tidak akan pernah bisa mengerti. Lalu ada lagi lagu tema film kartun Frozen yang dinyanyikan oleh Demi Lovato, yang sungguh sulit kubedakan dari lagu kembang apinya Katie Perry. Ya, baiklah. Jaman memang sudah berubah dan aku tidak punya anak untuk kudidik dan kubesarkan. Jika pun demikian adanya, tak apalah; meski terbayang juga, sampai kapan aku akan terus sampai hati [pada diriku sendiri] mendongengi bocah-bocah yang terus bertambah kecil dan kecil saja setiap tahunnya.
Sementara sampai saat ini saja aku masih belum berhasil menghindar dari pekerjaan mendisain brosur! ...dan bocah-bocah ini terus saja memanggilku 'Bang.' Awas, tidak akan lama lagi, mungkin tiga tahun lagi jika sampai umurku, kalian akan kupanggil 'Nak.' Tidak lagi 'Dik'! Alangkah anehnya memanggil mahasiswa dengan sebutan itu, sedangkan di ruang kelas ada anjuran untuk memanggil mereka dengan sebutan 'saudara.' Bahkan di TN dahulu murid SMA pun disapa sebagai 'saudara' oleh guru-gurunya. Aku membiasakan diri menyapa mahasiswa dengan 'kawan-kawan.' Emangnya aku tukang dongeng seperti Kak Kusumo? Jelas tidak! Kak Kusumo jelas lebih terhormat daripadaku. Ia menyebut dirinya sendiri sebagai 'pendongeng' meski ada juga yang menggelarinya 'Raja Dongeng.' Pendek kata, ia tidak menyembunyikan jatidirinya dengan sebutan-sebutan sok iya seperti 'dosen,' 'pengajar,' dan sebagainya itu. Ia adalah pendongeng. Titik. Lebih gagah lagi orang ini. Ia menyebut dirinya Papinto Pendongeng. Ia juga mendaku sebagai pendongeng. Ada fotonya ia sedang mengenakan kostum. Aku ketika mendongeng mana berani memakai kostum? Aku hanya berani mendongengi anak bocah yang mengambil mata kuliah yang kebetulan ada namaku di dalamnya; dan aku pura-puranya memberikan kuliah itu! Oh, betapa pengecutnya aku... Memang aku ini hanya pendisain brosur gadungan dan tenaga kebersihan liar karena tidak terdaftar di perusahaan otsorsing manapun, tidak seperti Fajar dan Rudi... Mereka itulah para pemberani yang sebenarnya!