Salinan ini kurasa bukanlah kualitas terbaik, tapi dari semua lagu Sheila on 7, yang terpaksa dikoleksi adalah Kita. Melodi, aransemen dan suara yang dihasilkannya genial dan segar. Setelah itu dilanjutkan oleh Tante Rien Djamain dengan Kucoba Lagi, dari hari-hari yang telah berlalu. Ini betul-betul tidak benar! Alhamdulillah, malam kemarin aku tidur cepat. Jam sembilan sudah tepar. Alhamdulillah, bangun pas waktu sahur. Segera sahur ke belakang, makan qimpul tahu sama teh adem setengah manis. Dua hari ini aku tidur di tempatnya Dedy. Terlepas dari ketidaksempurnaan ini, tidur cepat dan bangun cepat sungguh sesuatu yang harus sangat disyukuri. Akan tetapi, kenapa sekarang malah menulis entri? Seharusnya 'kan segera menyelesaikan laporan Lamongan. Ya Allah, sudah satu bulan lampau!
No excuse, Sir! Hehehe... aku gak pernah nyimak syair Kuingin Kembali-nya Iwa K. Sumpah jijiks hahaha... Kalau kuingat masa-masa SMA, maka tidak perlu benar kusesali segala kekacauan yang telah terjadi dalam hidupku. Masa-masa itu, aku tidak pernah benar-benar tahu apa yang kuinginkan. Alangkah baiknya jika, setidaknya, aku punya model peran, seseorang yang menjadi panutan, patokan. Semacam... aku ingin menjadi sepertinya... Aku tidak pernah punya yang seperti itu. Sejujurnya, ketika dalam buku tahunan SMA ditanya tokoh idola, ingin kuisi sama saja dengan yang kuisikan pada nama orangtua. Aku juga 'mengidolakan' Pak Harto, Bapak Pembangunan, namun tidak berarti aku ingin menjadi seperti dia. Begitu juga dengan Bapakku, tidak berarti aku ingin menjadi seperti dia. Bapak pun kurasa tidak ingin aku menjadi sepertinya.
Memang pahit, kalau dingat-ingat. Tidak, aku tidak menyesali apapun. Tidak ada juga yang dapat disesali. Menyesal itu apabila seseorang tidak mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan. Apa yang seharusnya kukerjakan? Apa yang tidak kukerjakan? Beginilah perjalananku. Duniaku carut-marut, jauh dari sempurna. Sungguh banyak dosa dan kedurhakaan yang telah kulakukan dan terus kulakukan. Insya Allah, ini jauh lebih mengkhawatirkan bagiku. Jauh lebih mengkhawatirkan daripada, misalnya, sampai setua ini, aku masih belum punya rumah dan mobil. Hahaha... menuliskannya saja terasa lucu. Atau keluarga... Istri dan anak-anak... kepada siapa aku bisa pulang setiap harinya. Sampai setua ini aku tidak 'punya' apa-apa, dan aku tidak tahu apakah aku sedang menuju 'ke mana' atau akan menjadi 'apa'.
Kepahitan. Apapun yang terjadi jangan merasa pahit, karena itu akan membunuhmu. Begitu pesan seorang suami dan bapak pada istri dan anak-anak perempuannya ketika mereka dijebloskan ke dalam kamp tawanan oleh tentara pendudukan Jepang ketika Perang Pasifik melanda Hindia Belanda. Pada kenyataannya, bapak itulah yang meninggal sedangkan istri dan anak-anak perempuannya selamat sampai perang berakhir. Mungkin ia akhirnya sedih juga karena dipisahkan dari orang-orang yang sangat disayanginya. Mungkin, selain kerja berat dan kondisi hidup yang sangat buruk, kesedihan akhirnya menggerus keinginannya untuk terus hidup. Mengerikankah kematian? Jangankan itu. Pagi ini, aku salah menginjak batu dan hampir saja pergelangan kaki kiriku terkilir lagi... Hiiy... Naudzubillahi min dzalik.
Berdandan a la fantastik! Ahaha... what a hilarity! Prof Safri kenapa pikiranmu Beatles tok?! Dua bocah ini lagi ya ampun... Aldo Panjaitan dan Umar Bawahab! Semoga masa muda kalian menyenangkan. Kudoakan agar kalian kelak menjadi laki-laki umur tigapuluhan yang sedikit sekali kenangan pahitnya di masa yang lebih muda. Hahaha... Aldo baru putus dari Marry. Aldo dan Marry... Putus... Beberapa orang bisa menerimanya dengan ringan begitu saja, tetapi beberapa orang lain menerimanya dengan sangat berat hati. Aku termasuk yang kedua. Makanya aku lebih suka sekalian tidak usah berurusan saja, daripada terjadi yang seperti itu. Namun perempuan-perempuan ini sepertinya begitu... Seenaknya saja mereka pergi sambil mendoakan agar kita menemukan bahagia bersama yang lain... Hahaha... ngapain sih koq jadi begini?! Bikin lagu ah... ini inspirasi yang luar biasa heheheh...
Sudah... sudah... menulisi Kemacangondrongan tidak akan membuatku menjadi penulis yang lebih baik. Lihat saja caraku menulis di sini. Sama sekali sesuka hatiku, padahal kesukaan hatiku orang lain tiada peduli! Cukup! Ayo, segera menulis yang benar! Seperti banci pengecut, (karena, kata Mama Dorce, ada banci pemberani) aku mengobral keluhan pada semua orang, "bahkan membaca pun aku sudah tidak sempat." Semua orang, atau setidaknya banyak sekali orang, sulit hidupnya. Jadi tidak perlu mengeluh, apalagi mengumbar keluhan ke mana-mana. Insya Allah, Bismillah, abis ini aku akan kembali menekuni apa-apa yang kubutuhkan untuk menyelesaikan laporan Lamongan. Selain itu, tentu saja aku harus mengontak Mbak Melda, tidak untuk melaporkan apa yang sudah kukerjakan, tetapi untuk mohon arahan selanjutnya. Ya, aku menikmati pekerjaanku, setiap detiknya. Alhamdulillahi Rabbil Alamin.
Dan bila mentari esok 'kan bersinar lagi, kuingin candamu warnai hariku.