Ketololan bisa terjadi kapapun, apakah umur 30-an seperti pada Benedict Arnold, atau bahkan 50-an seperti Tunggul Ametung. Tolol ya tolol saja, meski harus segera disusul dengan permohonan ampun kepada Sang Maha Pengampun. Ketika perjalananku merintang masa kini selalu tertumbuk pada titik itu, selalu saja 'kupertanyakan lagi dan lagi, untuk apa 'kupertahankan goblog ini. Ketika bunga-bunga terus saja bermekaran di sekelilingku, aku selalu suka bunga yang sederhana saja. Bunga kecil nan amat bersahaja, penghias belukar hati, bukan mawar apatah lagi tulip.
Namun namanya bunga selalu saja begitu, bunga rumput sekalipun. Maka dari itu aku tidak suka kucing, anjing, apalagi bunga, piaraan apapun. Sudah gila apa memelihara. Lantas biar apa 'kusumpal telingaku dengan bunyi-bunyian menjengkelkan begini, ketika sumpal telinga semalam lepas begitu saja menjelang subuh. Mungkin boleh juga dicatat di sini, pagi ini entah mengapa aku haus. Apa harus 'kutenggak lagi segelas Jeruk Berdaging, akan 'kulakukan. Sungguh menjengkelkan harus memberi apostrof setiap menggunakan kata ganti sebagai awalan. Lagian. Iseng.
Ahaha, ini lebih jijiks lagi, tapi tak apalah. Bahkan dengan ditenagai kenajisan ini, aku tidak sanggup merintang masa. Sedang melompat ke depan aku tidak sanggup, dan tidak pernah ingin juga. Depanku adalah Insya Allah nanti malam aku bertemu Gerben dan Laurens secara virtual. Pemalas keparat ini menggunakannya sebagai alasan untuk menunda menulis. "Aku ingin tahu dulu pendapat mereka, sudah benarkah arahku." Alasan belaka! Malah menulisi, setelah teh halia dilanjut jeruk berdaging. Lihat, begitulah jadinya kalau Si Tolol ini coba-coba berpikir masa depan.
Sekalian saja bersimbah jijay. Agak mengerikan, 'sih. Sekarang tiap kali berusaha merintang masa, yang terbayang selalu gundukan dan gundukan sejauh mata memandang, berpatok putih, rengkah tanah di mana-mana. Sedang aku masih di sini. Sedang Dokter Jul masih dengan perkasanya memperjuangkan UUD 1945. Sedang Takwa masih berusaha mengongkritkan apapun itu. Siapa peduli pada suasana hatiku, sedang aku sendiri tidak tahu bedanya pikiran dan hati. Oh Allah, ternyata hamba sudah tidak sanggup cari uang jika alasannya adalah cari uang itu sendiri.
Di siang hari bermendung ini [...mendung melulu, 'emang iya, mau 'gimana lagi] kegabutan membuatku meminum sekira 200 ml susu dingin, sedang ketakutan terus saja menghantui. Kesepian, benarkah itu menjadi masalah selama kerja-dari-rumah. Sedang di Mushala HAN saja aku bisa kesepian. Kesepian bisa terjadi di mana-mana, dan bila sampai solusi dari kesepian, kehampaan, kenistaan adalah itu... berarti ada masalah. Semoga ini kali terakhir mencatat yang seperti ini, di hari terakhir Agustus 2021. Tidak usah ditandai, lakukan saja. Sekarang juga!
Kecup Kehidupan ini masih sedap, seperti biasa. Namun kini, tenaganya untuk melemparkanku ke masa lalu sudah lemah sekali. 'Kan sudah 'kubilang. Disain awal goblog ini sudah salah. Aku sendiri dari awal sudah salah. Namun setiap kesalahan sebenarnya dapat diperbaiki. Di sinilah aku mempelajarinya, dalam kehidupan nyata. Jika sedang memimpin beberapa resimen pasukan kaki, panah, dan kuda, mungkin ketika pertempuran sudah menunjukkan tanda-tanda kekalahan, 'kutekan saja tombol kiamat. Habis perkara. Dalam hidup sebenarnya tidak bisa begitu.
Ah, Menciummu di Tengah Hujan, sangat mengilhami. Apakah ini yang biasa 'kulakukan, atau sekadar khayalku semata, tidak ada bedanya. Sekarang yang penting aku masih bisa mencium wangi sabun, itu sudah cukup baik. Apakah itu tahu semur yang keterlaluan rempah-rempahnya, masih bisa ditimpa dengan hati ayam berempah pula. Apakah matanya segelap gurun, aku tidak tahu pasti. Aku hanya harus memberondongkan sisa-sisanya saja. Setelah mbonjrot semua, apakah 'kulap larasnya, atau cukup 'kusiram saja dengan air kencing, sepenuhnya bukan urusanku 'lah.