Wednesday, October 03, 2007

Suatu Posting Tanpa Aku, Aluna Sagita


Pak Erwin Gutawa berhasil melakukannya! Hampir tidak ada pemusik Indonesia yang berhasil membuat bersetuju sealbum suntuk. Jarang sekali, sangat jarang. Pak Erwin Gutawa-lah yang berhasil melakukannya, walau ia terpaksa menyuruh anaknya untuk keperluan itu. Tak apalah, yang penting hasilnya bersetuju. Hanya saja, sungguh teknik vokalmu, Dik, membawa kenangan pada seseorang, tiada lain Bibimu sendiri. Sekali lagi, tak apalah.

Selamat! Suatu strategi yang jitu! Entah apa yang ada dalam pikiran Sherina ketika ia menjejali albumnya dengan lagu-lagu ciptaannya sendiri. Sulit, sulit bersaing melawan Pak Erwin Gutawa yang memang senior itu. Semua ini tentu saja bisnis, dan bisnis ada yang untung ada yang rugi. Bisnis hiburan memang keparat, tak apalah kalau memang menghibur. Sungguh menghibur. Berkali-kali diputar tetap menghibur. Biarpun bajakan, tak apalah, tetap menghibur.

Kekesalan dan kemuraman yang menakutkan membuatnya berbuat banyak kesalahan, melakukan langkah-langkah yang tidak perlu. Mubazir. Bodoh. Jauh di kedung memusar kedengkian yang berarti tidak suka akan keberhasilan orang lain. Ini bukan tentang kamu, Dik, semoga Allah menolongmu dan keluargamu. Ini tentang pengumbar keindahan yang menguarkan bau. Sungguh menghentak jauh ke bawah membuat jengah.

Jengah yang basa-basi, tetapi selalu dipaksakan untuk tulus. Mau apa dikata, ketika yang tumpah ruah itu tak lain tak bukan api pembakar segala yang berguna, satu-satunya yang berguna. Aduhai, betapa benar belaka peringatan itu. Jangan menghambur ke telaga sejuk karena itu insinerator. Justru ke dalam insinerator itu masuklah. Aduhai, insinerator itu panas! Tidak! Itu sejuk!

Bukan! Telaga yang sejuk! Tumpah ruah mengalir membanjiri pandangan yang setegak tiang bendera tak mau ditundukkan. Kesal dan muram. Paksakan! Jangan berhenti di sini! Sama seperti ketika kau memaksanya sampai ke batas kekenyalannya. Meskipun ia masih saja kenyal, meskipun perih di sana-sini, meskipun tidak tampak ada luka, meskipun berambut tetap saja! Itulah sebabnya muka berpaling menatapi besi berkarat di sana-sini, telinga dipaksa mendengar denting sendok beradu dengan piring beradu dengan gigi.

Selama masih seperti itu, aliran hawa panas bagaikan mistral menerbangkan kestrel jauh ke langit-langit benua. Aliran hawa panas menggelegak dalam ketel seperti tidak sabar ingin segera meniup melalui lubang-lubang yang tersedia. Ketika lubang telah ditiupkan... diludahkan... cuih... mengalir melalui relung-relung kenyal kemerah-merahan. Bagaikan senja malu-malu bersembunyi di balik cakrawala!

Doo Be Doo Be Doo Be Doo Bae!

No comments: